Pada Kesempatan ini putralief-cyber akan membagikan Makalah Hukum Lingkungan yang dilihat dari Aspek Perdata.
Hukum Lingkungan |
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN
Masalah
lingkungan tidak selesai dengan memberlakukan Undang-Undang dan komitmen untuk
melaksanakannya. suatu Undang-Undang yang mengandung instrumen hukum masih
diuji dengen pelaksanaan (uitvoering atau implementation) dan merupakan bagian
dari mata rantai pengaturan (regulatory chain) pengelolaan lingkungan. Dalam
merumuskan kebijakan lingkungan, Pemerintah lazimnya menetapkan tujuan yang
hendak dicapai. Kebijakan lingkungan disertai tindak lanjut pengarahan dengan
cara bagaimana penetapan tujuan dapat dicapai agar ditaati masyarakat.
Undang-Undang
No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH) mendasari
kebijaksanaan lingkungan di Indonesia, karena Undang-Undang, peraturan
pemerintah dan peraturan pelaksanaan lainnya merupakan instrumen kebijaksanaan
(instrumenten van beleid). Instrumen kebijaksanaan lingkungan perlu ditetapkan
dalam peraturan perundang-undangan lingkungan dami kepastian hukum dan
mencerminkan arti penting hukum bagi penyelesaian masalah lingkungan. Instrumen
hukum kebijaksanaan lingkungan (juridische milieubeleidsinstrumenten) tetapkan
oleh pemerintah melalui berbagai sarana yang bersifat pencegahan, atau
setidak-tidaknya pemulihan, sampai tahap normal kualitas lingkungan.
Upaya
penegakan hukum lingkungan yang konsisten akan memberikan landasan kuat bagi
terselenggaranya pembangunan, baik dibidang ekonomi, politik, sosial budaya,
pertahanan keamanan. Namun dalam kenyataan untuk mewujudkan supremasi hukum
tersebut masih memerlukan proses dan waktu agar supremasi hukum dapat
benar-benar memberikan implikasi yang menyeluruh terhadap perbaikan pembangunan
nasional.
Dalam
hubungan dengan Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup, penegakan hukum dibidang lingkungan hidup dapat diklasifikasikan kedalam
3 (tiga) kategori yaitu :
1.
Penegakan hukum Lingkungan dalam kaitannya dengan Hukum Administrasi / Tata
Usaha Negara.
2.
Penegakan Hukum Lingkungan dalam kaitannya dengan Hukum Perdata.
3.
Penegakan Hukum Lingkungan dalam kaitannya dengan Hukum Pidana.
Selama
ini pemerintah harus memberikan Sanksi administrasi yang merupakan suatu upaya
hukum yang harus dikatakan sebagai kegiatan preventif oleh karena itu sanksi
administrasi perlu ditempuh dalam rangka melakukan penegakan hukum lingkungan.
Disamping sanksi-sanksi lainnya yang dapat diterapkan seperti sanksi pidana.
B. Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana penegakan hukum lingkungan
dalam hukum Perdata ?
2.
Apa saja aspek Hukum Perdata?
3.
Bagaimana cara melakukan gugatan?
4.
Apa saja kendala yang terjadi dalam
Penegakan Hukum Lingkungan ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. ASPEK HUKUM PERDATA
Dalam UUPLH dasar hukum gugatan lingkungan terdapat dalam Pasal 34 yaitu
: Setiap perbuatan melanggar
hukum berupa pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang menimbulkan
kerugian pada orang lain atau lingkungan hidup, mewajibkan penanggung jawab
usaha dan/atau kegiatan untuk membayar ganti rugi dan/atau melakukan tindakan
tertentu.
Selain pembebanan untuk
melakukan tindakan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hakim dapat
menetapkan pembayaran uang paksa atas setiap hari keterlambatan penyelesaian
tindakan tertentu tersebut.
Dengan demikian berdasarkan Pasal 34 ayat (1) gugatan lingkungan untuk
mendapatkan ganti rugi dan/atau tindakan tertentu haruslah memenuhi persyaratan
yang menjadi unsur Pasal 34 ayat (1) yaitu :
- perbuatan melanggar hukum
- pencemaran dan/atau perusakan lingkungan
- kerugian pada orang lain atau lingkungan
- penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan.
Hal tersebutlah yang menjadi acuan Dasar Pengajuan Gugatan Lingkungan.
Hal ini berkaitan dengan juga dengan Hukum Perdata seperti yang tercantum
dalam beberapa pasal di KUHPerdata dibawah ini :
Pasal 1365 KUHPerdata:
“Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada seorang
lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti
kerugian tersebut”
Pasal 1366 KUHPerdata:
“Setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian ynag disebabkan
perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkankelalaian atau kurang
hati-hatinya”
Pasal 1367 ayat (3) KUHPerdata:
Gugatan berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata harus memenuhi sayarat berikut:
- Kesalahan (schuld);
- Kerugian (schade);
- Hubungan kausal (causal verband);
- Relativitas (relativeit).
Menurut Mas Acmad Santosa menyebutkan Class Action pada intinya adalah
gugatan perdata (biasanya terkait dengan permintaan injuntction atau ganti
kerugian) yang diajukan oleh sejumlah orang (dalam jumlah yang tidak banyak --
misalnya satu atau dua orang) sebagai perwakilan kelas (class repesentatif)
mewakili kepentingan mereka, sekaligus mewakili kepentingan ratusan atau ribuan
orang lainnya yang juga sebagai korban. Ratusan atau ribuan orang yang diwakili
tersebut diistilahkan sebagai class members . (Mas Acmad Santosa)
Class action adalah sekelompok besar orang yang berkepentingan dalam
suatu perkara, satu atau lebih dapat menuntut atau dituntut mewakili kekompok
besar orang tersebut tanpa perlu menyebut satu peristiwa satu anggota yang
diwakili. (Black’s law dictionary)
Class action bisa merupakan suatu metode bagi orang perorangan yang
mempunyai tuntutan sejenis untuk bergabung bersama mengajukan tuntutan agar
lebih efisien, dan seseorang yang akan turut serta dalam class action harus
memberikan persetujuan kepada perwakilan.
Hal ini berarti bahwa kegunaan class action secara mendasar antara lain
adalah efisiensi perkara, proses berperkara yang ekonomis, menghindari putusan
yang berulang-ulang yang dapat berisiko adanya putusan inkonsistensi dalam
perkara yang sama.
Setiap warga negara memiliki hak yang sama di hadapan hukum dan ia pun
berhak untuk membela hak-nya apabila ia merasa dirugikan oleh pihak lain. Hal
ini menjadi dasar pemikiran diadakannya aturan gugatan perdata.
Secara umum model gugatan perdata ada dua macam yaitu :
- gugatan yang dilakukan di luar pengadilan dikenal dengan sebutan nonlitigasi,
- gugatan yang dilakukan melalui peradilan disebut litigasi. Oleh karena itu, gugatan perdata bisa menjadi dasar diselenggarakannya pengadilan perdata.
Gugatan perdata atas pelanggaran hubungan perdata dapat dilakukan dengan
dua cara:
- Oleh orang yang bersangkutan atau ahli warisnya.
- Sekelompok orang yang mempunyai kepentingan yang sama (class action).
Gugatan dengan prosedur gugatan perwakilan harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut :
1.
Numerosity, yaitu gugatan
tersebut menyangkut kepentingan orang banyak, sebaiknya orang banyak itu
diartikan dengan lebih dari 10 orang; sehingga tidaklah efektif dan efisien
apabila gugatan dilakukan sendiri-sendiri atau bersama-sama dalam satu gugatan.
2.
Commonality, yaitu adanya
kesamaan fakta (question of fact) dan kesamaan dasar hukum (question of law)
yang bersifat subtansial, antara perwakilan kelompok dan anggota kelompok;
misalnya pencemaran; disebabkan dari sumber yang sama, berlangsung dalam waktu
yang sama, atau perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh tergugat berupa
pembuangan limbah cair di lokasi yang sama, dll.
3.
Tipicality, yaitu adanya
kesamaan jenis tuntutan antara perwakilan kelompok dan anggota kelompok;
Persyaratan ini tidak mutlak mengharuskan bahwa penggugat mempunyai tuntutan
ganti rugi yang sama besarnya, yang terpenting adalah jenis tuntutannya yang
sama, misalnya tuntutan adanya biaya pemulihan kesehatan, dimana setiap orang
bisa berbeda nilainya tergantung tingkat penyakit yang dideritanya.
4.
Adequacy of Representation,
yaitu perwakilan kelompok merupakan perwakilan kelompok yang layak, dengan
memenuhi beberapa persyaratan:
- harus memiliki kesamaan fakta dan atau dasar hukum dengan anggota kelompok yang diwakilinya;
- memiliki bukti-bukti yang kuat;
- jujur;
- memiliki kesungguhan untuk melindungi kepentingan dari anggota kelompoknya;
- mempunyai sikap yang tidak mendahulukan kepentingannya sendiri disbanding kepentingan anggota kelompoknya; dan
- sanggup untuk menanggulangi membayar biaya-biaya perkara di pengadilan.
Surat gugatan, selain harus memenuhi syarat formil sebagaimana diatur
dalam Hukum Acara Perdata, harus memuat:
- identitas lengkap dan jelas,
- definisi kelompok secara secara rinci dan spesifik;
- keterangan tentang anggota kelompok;
- posita dari seluruh kelompok;
- jika tuntutan tidak sama karena sifat dan kerugian yang berbeda, maka dalam satu gugatan dapat dikelompokkan beberapa bagian atau sub kelompok;
- tuntutan atau petitum ganti rugi, mekanisme pendistribusian dan usulan pembentukan tim.
Gugatan didaftarkan ke peradilan umum, segera setelah hakim memutuskan
bahwa pengajuan gugatan kelompok dinyatakan sah, wakil kelompok memberitahukan
kepada anggota kelompok melalui media cetak/ elektronik, kantor pemerintah atau
langsung kepada anggota kelompok.
Setelah pemberitahuan dilakukan, anggota kelompok dalam jangka waktu
tertentu diberi kesempatan menyatakan keluar dari keanggotaan kelompok.
Seterusnya proses persidangan sesuai dengan ketentuan yang telah diatur dalam
Hukum Acara Perdata.
B.
TATA
CARA PENGAJUAN GUGATAN
Dalam mengajukan suatu gugatan ini
tentunya haruslah secara tertulis yang ditujukan kepada Ketua Pegadilan Negeri
diwilayah hukum tergugat dan kemudian gugatan ini daftarkan di Kepaniteraan
Perdata (PN) untuk mendapatkan nomor register perkara. Namun sebelum itu
penggugat haruslah menyetor sejumlah uang perkara (besarnya tergantung jumlah
Tergugat) dan apabila dalam mengajukan gugatan ini diberikan kuasa kepada
seorang/beberapa advokat tentunya harus dibarengi dengan surat kuasa untuk
mewakili kepentingan Penggugat di Pengadilan. Dalam hal memeriksa dan
mempertimbangkan perkara legal standing ini tentunya kita merujuk pada
ketentuan yang telah diatur dalam UU No. 23 tahun 1997 Pasal 39 yang
mnenyebutkan : “Tata cara pengajuan gugatan dalam masalah lingkungan hidup oleh
orang, masyarakat, dan/atau organisasi lingkungan hidup mengacu pada Hukum
Acara Perdata yang berlaku’. Legal Standing[1] dilakukan oleh Organisasi Lingkungan Hidup sebagai perwakilan penggugat,namun
tidak semua organisasi lingkungan dapat mengajukan gugatan
Tata cara pengajuan gugatan class
action dan legal standing dianggap mempunyai perbedaan dengan tata cara
pengajuan gugatan perdata konvensional pada umumnya. Karena meskipun kedua
model gugatan tersebut dikategorikan sebagai gugatan perwakilan kelompok,
tetapi di sini tidak dipersyaratkan adanya pemberian kuasa khusus dari kelompok
masyarakat yang diwakili. Di samping itu tidak dipersyaratkan pula untuk
mencantumkan identitas secara lengkap dari pihak yang mewakili maupun yang
diwakili.
Sedangkan dalam gugatan perdata
konvensional berlaku hal yang sebaliknya,
dalam hal perkaranya diwakilkan kepada pihak lain lazimnya mensyaratkan
adanya pemberian kuasa khusus dan pencantuman identitas yang lengkap dari
pihak-pihak yang berperkara. Tidak dipenuhinya syarat-syarat formil tersebut
dapat berakibat gugatan dinyatakan tidak diterima atau N.O (Niet Onvankellijk
verklaard).
C.
Kendala
Penegakan Hukum Lingkungan
menegakkan hukum lingkungan dewasa ini memang
dihadapkan sejumlah kendala. Pertama, masih terdapat perbedaan persepsi antara
aparatur penegak hukum dalam memahami dan memaknai peraturan perundang-undangan
yang ada.Kedua, biaya untuk menangani penyelesaian kasus lingkungan hidup
terbatas. Ketiga, membuktikan telah terjadi pencemaran atau perusakan
lingkungan bukanlah pekerjaan mudah.
Era reformasi dapat dipandang sebagai peluang
yang kondusif untuk mencapai keberhasilan dalam penegakan hukum
lingkungan.
depan, perlu exit strategy sebagai solusi
penting yang harus diambil oleh pemegang policy dalam penyelamatan fungsi
lingkungan hidup. Pertama, mengintensifkan keterpaduan dan koordinasi
antarsektor terkait dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup.
Kedua, adanya sanksi yang memadai (enforceability) bagi perusahaan yang
membandel dalam pengelolaan limbah sesuai dengan aturan yang berlaku. Jika ada
indikasi tindak pidana, aparat penegak hukum dapat menindak tegas para
pelaku/penanggung jawab kegiatan seperti diatur dalam Pasal 41-48 UU 23/1997
tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Ketiga, adanya partisipasi publik,
transparansi, dan demokratisasi dalam pengelolaan sumber daya alam dan
lingkungan hidup patut ditingkatkan. Pengelolaan lingkungan hidup akan terkait
tiga unsur, yaitu pemerintah, pengusaha, dan masyarakat. Pada gilirannya, dalam
pengelolaan lingkungan hidup setiap orang mempunyai hak yang sama untuk
menikmati lingkungan hidup yang baik dan sehat.
D.
MENUMBUHKAN
KESADARAN HUKUM LINGKUNGAN
Menurut
Soerjono Soekanto, Kesadaran hukum masyarakat menyangkut faktor-faktor apakah
suatu ketentuan hukum diketahui, dimengerti, ditaati dan dihargai. Apabila
masyarakat hanya mengetahui adanya suatu ketentuan hukum, maka taraf kesadaran
hukumnya lebih rendah daripada apabila mereka memahaminya dan seterusnya.
Kesadaran hukum meliputi berbagai aspek kehidupan dan tingkat kesadarannya bisa
berbeda-beda tergantung tingkat aplikasi faktor-faktor di atas. Selain itu,
kesadaran hukum juga ditentukan oleh sudut pandang masing-masing individu dalam
melihat "hukum".
Kesadaran
hukum lingkungan, baik itu pelestarian maupun pengelolaannya, pada hakikatnya
manusia harus memiliki kesadaran hukum yang tinggi, karena manusia memiliki
hubungan sosiologis maupun biologis secara langsung dengan lingkungan hidup
dimana dia berada, sejak dia lahir sampai meninggal dunia. Namun kesadaran
hukum masih dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti ekonomi, sosial, budaya
dan lain-lain. Oleh karena itu, perlu adanya upaya-upaya strategis untuk
menumbuhkan kesadaran hukum tersebut, baik dari sisi mental manusianya maupun
dari segi kebijakan. Sinergi keduanya penting, karena kesadaran hukum itu ada
yang tumbuh karena memang sesuai dengan nilai yang dianutnya.
Misalnya
orang yang suka dengan hidup bersih, maka ia tidak akan membuang sampah
sembarangan. Kesadaran hukum juga dapat tumbuh karena takut dengan sanksi yang
dijatuhkan. Kesadaran semu inilah yang banyak dimiliki oleh masyarakat kita.
Lepas dari penyebab kesadaran hukum itu muncul, yang berbahaya adalah apabila
kesadaran hukum itu telah ada namun kemudian menurun bahkan hilang karena
faktor eksternal, seperti penegakan hukum yang tidak tegas dan tebang pilih.
Hal ini akan menurunkan kesadaran hukum masyarakat dan menimbulkan ketidakpercayaan
masyarakat terhadap hukum. Jadi, upaya menumbuhkan kesadaran hukum tidak cukup
dengan menuntut masyarakat, tetapi juga harus disertai dengan tauladan dan
penegakan hukum.
Manusia,
baik kedudukannya sebagai anggota masyarakat, sebagai pelaku usaha, sebagai
aparat penegak hukum, maupun sebagai pembuat/pengambil kebijakan, harus
memiliki kesadaran hukum lingkungan meskipun secara bertahap, dari sekedar
mengetahui sampai dengan menaati dan menghargai berbagai ketentuan hukum
lingkungan yang ada.
Berkaitan
dengan faktor-faktor kesadaran hukum sebagaimana disebutkan diatas, untuk hukum
lingkungan, ada beberapa masalah yang perlu dicermati, yaitu : Pertama,
"mengetahui", secara yuridis, setelah UU disahkan, sejak itu pula
muncul asumsi bahwa masyarakat dianggap mengetahuinya. Asumsi ini terealisasi
apabila pasca diundangkan ada aktivitas sosialisasi yang tepat dan kontinyu.
Bila tidak, maka dapat dihitung berapa jumlah masyarakat Indonesia yang
mengetahui tentang peraturan tersebut dan jumlahnya dipastikan tidak akan
menyentuh masyarakat kalangan bawah, tidak hanya di desa tetapi juga
diperkotaan. Akibatnya tidak heran bila ada kegiatan usaha yang tidak memiliki
atau bahkan tidak mengetahui perlunya AMDAL.
Kedua,
"mengerti", masyarakat tidak cukup hanya sekedar mengetahui saja,
tetapi juga harus memahami isi peraturan, seperti apa tujuan dan manfaat
dikeluarkannya peraturan tersebut. Hukum lingkungan tentunya bertujuan agar
proses pembangunan tidak merusak lingkungan. Oleh karena itu diperlukan adanya
aturan AMDAL dan perizinan. Adanya aturan ini hendaknya tidak menjadi beban
bagi pelaku usaha dan lahan korupsi bagi oknum birokrasi/aparat hukum, tetapi
sebagai upaya preventif bersama agar kegiatan usaha tidak merusak lingkungan.
Ketiga,
"mentaati", setelah mengetahui dan memahami, maka diharapkan dapat
mentaati. Namun hal ini masih dipengaruhi oleh beberapa faktor. Bagi pihak yang
merasa kepentingannya sama, maka biasanya akan langsung mentaati. Apabila
tidak, maka masih ada proses berfikir, bahkan mencari celah bagaimana
"menghindari" atau "mensiasatinya". Keempat,
"menghargai", ketika seseorang telah mentaati, maka sikap menghargai
suatu peraturan hukum lingkungan itu akan muncul bersamaan dengan kesadaran
hukumnya bahwa hukum tersebut memang wajib untuk ditaati demi kepentingan
dirinya, masyarakat dan dalam upaya mencegah kerusakan lingkungan.Proses
menumbuhkan kesadaran hukum lingkungan di atas, jangan sampai terjebak dengan
kata "lingkungan" saja, sehingga hanya UU No 23/1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PLH) saja yang dipahami masyarakat, tetapi
juga UU lain yang berkaitan dengan lingkungan hidup, seperti UU tentang
Perikanan, Benda Cagar Budaya, Pertambangan, ZEE, Perindustrian, Konservasi
Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, dan Pelayaran. Karena lingkungan
hidup itu meliputi tanah, air, udara, ruang angkasa, termasuk manusia dan
perilakunya. UU PLH pada dasarnya merupakan UU induk atau Payung "umbrella
Act" dibidang lingkungan hidup bagi semua UU tersebut.
Menumbuhkan
Kesadaran Hukum Lingkungan
Upaya
untuk menumbuhkan kesadaran hukum masyarakat dalam pelestarian lingkungan dapat
dilakukan dengan beberapa cara, yaitu : Pertama, meningkatkan program
sosialisasi dari tingkat pusat sampai ke desa-desa, khususnya berkaitan dengan
hak dan kewajiban serta berbagai permasalahan riil yang dihadapi oleh
masyarakat, seperti prosedur AMDAL, perizinan dan dampak positif dan negatif
apabila prosedur tersebut tidak dilakukan. Kedua, meningkatkan kesadaran hukum
(mental) semua pihak. Ketiga, menindak tegas oknum pemerintah/aparat yang
menyalahgunakan wewenangnya dan menindak tegas pelaku perusakan/pencemaran
lingkungan tanpa tebang pilih sehingga masyarakat percaya dengan upaya
penegakan hukum lingkungan. Keempat, memangkas proses birokrasi yang panjang dan
berbelit-belit.
Kelima,
semakin meningkatkan kualitas dalam pemberian penghargaan dibidang lingkungan,
khususnya kriteria penilaian dengan memasukkan kriteria pembangunan berwawasan
lingkungan, baik ditingkat nasional maupun di daerah-daerah. Keenam, menghindari
penggunaan sarana hukum pidana dalam penegakan hukum lingkungan yang masih
dapat menggunakan sarana hukum lain yang lebih efektif. Contohnya Perda tentang
pembuangan sampah disembarang tempat dengan sanksi pidana kurungan dan denda
yang tinggi yang ternyata tidak efektif.
Tumbuhnya
kesadaran hukum lingkungan diharapkan dapat mendukung terwujudnya slogan
"Pembangunan Berwawasan Lingkungan" menjadi kenyataan dan tidak hanya
sekedar menjadikannya sebagai visi dan misi pembangunan saja.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Masyarakat
Indonesia dalam kenyataannya lebih akrab dengan lingkungan alamnya daripada
penerapan teknologi. Perkembangan teknologi yang mengelola sumber daya alam
harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat,
dengan tetap memperhatikan keseimbangan dan kelestariannya sehingga tetap
bermanfaat bagi generasi-generasi mendatang. Dengan memperhatikan kualitas
alam, sosial, budaya, dan ekonomi sebagai komoditi masyarakat setempat yang
tersubsistem. Hanya tindakan manusia yang membuat seolah-olah mampu menguasai
alam sehingga hampir semua lingkungan hidup sudah tersentuh oleh kehidupan
manusia. Penegakkan hukum lingkungan dapat dilakukan dengan pemberian sanksi
yang berupa sanksi administrasi.
B.
Saran
Masyarakat
Indonesia dalam kenyataannya lebih akrab dengan lingkungan alamnya daripada
penerapan teknologi. Perkembangan teknologi yang mengelola sumber daya alam
harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat,
dengan tetap memperhatikan keseimbangan dan kelestariannya sehingga tetap
bermanfaat bagi generasi-generasi mendatang. Dengan memperhatikan kualitas
alam, sosial, budaya, dan ekonomi sebagai komoditi masyarakat setempat yang
tersubsistem. Hanya tindakan manusia yang membuat seolah-olah mampu menguasai
alam sehingga hampir semua lingkungan hidup sudah tersentuh oleh kehidupan
manusia. Penegakkan hukum lingkungan dapat dilakukan dengan pemberian sanksi
yang berupa sanksi administrasi.
Saran
kami kepada Pemerintah untuk kiranya lebih meningkatkan lagi dalam hal nya
penegakan hukum lingkungan di Negara kita ini, sekiranya apa yg sudah di
terbitkan dalam Undang-undang dapat ditegakkan dengan tegas berdasarkan
peraturan dasar tersebut
Kepada
masyarakat negeri ini dan terutama bagi mahasiswa/I sekiranya dapat menjaga dan
melestarikan lingkungan sebagaimana yang sudah di atur di dalam undang-undang,
dan agar sekiranya Ketidaktahuan masyarakat terhadap mekanisme penanganan
tindak pidana lingkungan
DAFTAR
PUSTAKA
- http://www.acehblogger.org/Etika_Lingkungan
- http://www.si.its.ac.id/kurikulum/materi/iptek/manusialingkungan.html
- Eggi Sudjana Riyanto, 1999. Penegakan Hukum Lingkungan dan Perspektig Etika Bisnis di Indonesia. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
- Wikipedia.com
Salam kenal Saya Syafitri TKI DI MALAYSIA
ReplyDeleteMaaf sebelumnya jika lewat Tempat ini saya menceritakan kisah hidup saya niat saya hanyalah semata ingin berbagi tapi semua tergantung Anda percaya atau tidak yg jelasnya inilah kenyataannya...
Syukur alhamdulillah kini saya bisa menghirup udara segar di indonesia karnah sudah sekian lama saya ingin pulang ke kampung halaman namun tak bisa sebab,saya harus bekerja di negri orang (Arab Saudi) karna ada hutang yang harus saya bayar di majikan yaitu 257 juta untuk uang indo namun saya tidak pusing lagi sebab kemaring saya di berikan Info oleh seseorang yang tidak saya kenal,katanya kalau mengalami kesulitan Ekonomi,Terlilit hutang silahkan minta bantuan sama
KI BARONG di Nomor telfon 0852 8895 8775 di jamin bantuan beliau 100% …
Atau,>>KLIK DISINI UNTUK INFO BANTUAN KI BARONG<<
BANTUAN DARI KI BARONG
1.PESUGIHAN
2.TOGEL
3. DANAH GHAIB
4.PENGGANDAAN UANG
5.UANG BALIK
6.PEMIKAT
7.PENGLARIS BISNIS (Jualan,Tokoh,warung)
8.PERLANJAR DALAM BERBAGAI HAL
Jadi saya beranikan diri menghubungi beliau dan menyampaikan semua masalah saya dan alhamdulillah saya bisa di bantu,kini semua hutang saya sama majikan di Saudi semua bisa terlunasi dan punya modal untuk pulang kampung,,,,
Jadi buat yang pengen seperti saya silahkan hubungi KI BARONG di nomor 0852 8895 8775 Anda tidak usah ragu akan adanya penipuan atau hal semacamnya sebab saya dan yg lainnya sudah membuktikan keampuhan bantuan beliau kini giliran Anda trimahkasi….
Thank you very much
ReplyDeleteWhich are the indicators of global recognition of individuals during this contemporary world? Of course, amount of followers on the Twitter account can be described as firm indication in today. Hence this is beneficial for buying twitter followers as a shortcut to become popular. buy real twitter followers
ReplyDelete