Hukum Lingkungan dari Aspek Perdata

Posted by

Pada Kesempatan ini putralief-cyber akan membagikan Makalah Hukum Lingkungan yang dilihat dari Aspek Perdata.
Hukum Lingkungan



BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN
Masalah lingkungan tidak selesai dengan memberlakukan Undang-Undang dan komitmen untuk melaksanakannya. suatu Undang-Undang yang mengandung instrumen hukum masih diuji dengen pelaksanaan (uitvoering atau implementation) dan merupakan bagian dari mata rantai pengaturan (regulatory chain) pengelolaan lingkungan. Dalam merumuskan kebijakan lingkungan, Pemerintah lazimnya menetapkan tujuan yang hendak dicapai. Kebijakan lingkungan disertai tindak lanjut pengarahan dengan cara bagaimana penetapan tujuan dapat dicapai agar ditaati masyarakat.
Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH) mendasari kebijaksanaan lingkungan di Indonesia, karena Undang-Undang, peraturan pemerintah dan peraturan pelaksanaan lainnya merupakan instrumen kebijaksanaan (instrumenten van beleid). Instrumen kebijaksanaan lingkungan perlu ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan lingkungan dami kepastian hukum dan mencerminkan arti penting hukum bagi penyelesaian masalah lingkungan. Instrumen hukum kebijaksanaan lingkungan (juridische milieubeleidsinstrumenten) tetapkan oleh pemerintah melalui berbagai sarana yang bersifat pencegahan, atau setidak-tidaknya pemulihan, sampai tahap normal kualitas lingkungan.
Upaya penegakan hukum lingkungan yang konsisten akan memberikan landasan kuat bagi terselenggaranya pembangunan, baik dibidang ekonomi, politik, sosial budaya, pertahanan keamanan. Namun dalam kenyataan untuk mewujudkan supremasi hukum tersebut masih memerlukan proses dan waktu agar supremasi hukum dapat benar-benar memberikan implikasi yang menyeluruh terhadap perbaikan pembangunan nasional.
Dalam hubungan dengan Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, penegakan hukum dibidang lingkungan hidup dapat diklasifikasikan kedalam 3 (tiga) kategori yaitu :
1. Penegakan hukum Lingkungan dalam kaitannya dengan Hukum Administrasi / Tata Usaha Negara.
2. Penegakan Hukum Lingkungan dalam kaitannya dengan Hukum Perdata.
3. Penegakan Hukum Lingkungan dalam kaitannya dengan Hukum Pidana.
Selama ini pemerintah harus memberikan Sanksi administrasi yang merupakan suatu upaya hukum yang harus dikatakan sebagai kegiatan preventif oleh karena itu sanksi administrasi perlu ditempuh dalam rangka melakukan penegakan hukum lingkungan. Disamping sanksi-sanksi lainnya yang dapat diterapkan seperti sanksi pidana.


  
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana penegakan hukum lingkungan dalam hukum Perdata ?
2.      Apa saja aspek Hukum Perdata?
3.      Bagaimana cara melakukan gugatan?
4.      Apa saja kendala yang terjadi dalam Penegakan Hukum Lingkungan ?



BAB II
PEMBAHASAN
A.    ASPEK HUKUM PERDATA
Dalam UUPLH dasar hukum gugatan lingkungan terdapat dalam Pasal 34 yaitu : Setiap perbuatan melanggar hukum berupa pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang menimbulkan kerugian pada orang lain atau lingkungan hidup, mewajibkan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk membayar ganti rugi dan/atau melakukan tindakan tertentu.

Selain pembebanan untuk melakukan tindakan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hakim dapat menetapkan pembayaran uang paksa atas setiap hari keterlambatan penyelesaian tindakan tertentu tersebut.
Dengan demikian berdasarkan Pasal 34 ayat (1) gugatan lingkungan untuk mendapatkan ganti rugi dan/atau tindakan tertentu haruslah memenuhi persyaratan yang menjadi unsur Pasal 34 ayat (1) yaitu :
  •  perbuatan melanggar hukum
  •  pencemaran dan/atau perusakan lingkungan
  •  kerugian pada orang lain atau lingkungan
  •  penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan.

Hal tersebutlah yang menjadi acuan Dasar Pengajuan Gugatan Lingkungan.
Hal ini berkaitan dengan juga dengan Hukum Perdata seperti yang tercantum dalam beberapa pasal di KUHPerdata dibawah ini :

Pasal 1365 KUHPerdata:
“Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”

Pasal 1366 KUHPerdata:
“Setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian ynag disebabkan perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkankelalaian atau kurang hati-hatinya”

Pasal 1367 ayat (3) KUHPerdata:
Gugatan berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata harus memenuhi sayarat berikut:
  1.  Kesalahan (schuld);
  2.  Kerugian (schade);
  3.  Hubungan kausal (causal verband);
  4.  Relativitas (relativeit).
Gugatan Class Action atau gugatan perwakilan kelompok adalah suatu tata cara pengajuan gugatan, dalam mana satu orang atau lebih yang mewakili kelompok mengajukan gugatan untuk diri atau diri-diri mereka sendiri dan sekaligus mewakili kelompok orang yang jumlahnya banyak, yang memiliki kesamaan fakta atau dasar hukum antara wakil kelompok dan anggota kelompok dimaksud. Sementara itu yang dimaksud dengan Wakil kelompok adalah satu orang atau lebih yang menderita kerugian yang mengajukan gugatan dan sekaligus mewakili kelompok orang yang lebih banyak jumlahnya.

Menurut Mas Acmad Santosa menyebutkan Class Action pada intinya adalah gugatan perdata (biasanya terkait dengan permintaan injuntction atau ganti kerugian) yang diajukan oleh sejumlah orang (dalam jumlah yang tidak banyak -- misalnya satu atau dua orang) sebagai perwakilan kelas (class repesentatif) mewakili kepentingan mereka, sekaligus mewakili kepentingan ratusan atau ribuan orang lainnya yang juga sebagai korban. Ratusan atau ribuan orang yang diwakili tersebut diistilahkan sebagai class members . (Mas Acmad Santosa)
Class action adalah sekelompok besar orang yang berkepentingan dalam suatu perkara, satu atau lebih dapat menuntut atau dituntut mewakili kekompok besar orang tersebut tanpa perlu menyebut satu peristiwa satu anggota yang diwakili. (Black’s law dictionary)
Class action bisa merupakan suatu metode bagi orang perorangan yang mempunyai tuntutan sejenis untuk bergabung bersama mengajukan tuntutan agar lebih efisien, dan seseorang yang akan turut serta dalam class action harus memberikan persetujuan kepada perwakilan.
Hal ini berarti bahwa kegunaan class action secara mendasar antara lain adalah efisiensi perkara, proses berperkara yang ekonomis, menghindari putusan yang berulang-ulang yang dapat berisiko adanya putusan inkonsistensi dalam perkara yang sama.
Setiap warga negara memiliki hak yang sama di hadapan hukum dan ia pun berhak untuk membela hak-nya apabila ia merasa dirugikan oleh pihak lain. Hal ini menjadi dasar pemikiran diadakannya aturan gugatan perdata.
Secara umum model gugatan perdata ada dua macam yaitu :
  • gugatan yang dilakukan di luar pengadilan dikenal dengan sebutan nonlitigasi,
  • gugatan yang dilakukan melalui peradilan disebut litigasi. Oleh karena itu, gugatan perdata bisa menjadi dasar diselenggarakannya pengadilan perdata.

Gugatan perdata atas pelanggaran hubungan perdata dapat dilakukan dengan dua cara:
  •    Oleh orang yang bersangkutan atau ahli warisnya.
  •    Sekelompok orang yang mempunyai kepentingan yang sama (class action).


Gugatan dengan prosedur gugatan perwakilan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1.      Numerosity, yaitu gugatan tersebut menyangkut kepentingan orang banyak, sebaiknya orang banyak itu diartikan dengan lebih dari 10 orang; sehingga tidaklah efektif dan efisien apabila gugatan dilakukan sendiri-sendiri atau bersama-sama dalam satu gugatan.
2.      Commonality, yaitu adanya kesamaan fakta (question of fact) dan kesamaan dasar hukum (question of law) yang bersifat subtansial, antara perwakilan kelompok dan anggota kelompok; misalnya pencemaran; disebabkan dari sumber yang sama, berlangsung dalam waktu yang sama, atau perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh tergugat berupa pembuangan limbah cair di lokasi yang sama, dll.
3.      Tipicality, yaitu adanya kesamaan jenis tuntutan antara perwakilan kelompok dan anggota kelompok; Persyaratan ini tidak mutlak mengharuskan bahwa penggugat mempunyai tuntutan ganti rugi yang sama besarnya, yang terpenting adalah jenis tuntutannya yang sama, misalnya tuntutan adanya biaya pemulihan kesehatan, dimana setiap orang bisa berbeda nilainya tergantung tingkat penyakit yang dideritanya.
4.      Adequacy of Representation, yaitu perwakilan kelompok merupakan perwakilan kelompok yang layak, dengan memenuhi beberapa persyaratan:
  • harus memiliki kesamaan fakta dan atau dasar hukum dengan anggota kelompok yang diwakilinya;
  • memiliki bukti-bukti yang kuat;
  • jujur;
  • memiliki kesungguhan untuk melindungi kepentingan dari anggota kelompoknya;
  • mempunyai sikap yang tidak mendahulukan kepentingannya sendiri disbanding kepentingan anggota kelompoknya; dan
  • sanggup untuk menanggulangi membayar biaya-biaya perkara di pengadilan.

Surat gugatan, selain harus memenuhi syarat formil sebagaimana diatur dalam Hukum Acara Perdata, harus memuat:
  •     identitas lengkap dan jelas,
  •     definisi kelompok secara secara rinci dan spesifik;
  •     keterangan tentang anggota kelompok;
  •     posita dari seluruh kelompok;
  •    jika tuntutan tidak sama karena sifat dan kerugian yang berbeda, maka dalam satu gugatan dapat dikelompokkan beberapa bagian atau sub kelompok;
  •      tuntutan atau petitum ganti rugi, mekanisme pendistribusian dan usulan pembentukan tim.

Gugatan didaftarkan ke peradilan umum, segera setelah hakim memutuskan bahwa pengajuan gugatan kelompok dinyatakan sah, wakil kelompok memberitahukan kepada anggota kelompok melalui media cetak/ elektronik, kantor pemerintah atau langsung kepada anggota kelompok.
Setelah pemberitahuan dilakukan, anggota kelompok dalam jangka waktu tertentu diberi kesempatan menyatakan keluar dari keanggotaan kelompok. Seterusnya proses persidangan sesuai dengan ketentuan yang telah diatur dalam Hukum Acara Perdata.



       B.     TATA CARA PENGAJUAN GUGATAN
          Dalam mengajukan suatu gugatan ini tentunya haruslah secara tertulis yang ditujukan kepada Ketua Pegadilan Negeri diwilayah hukum tergugat dan kemudian gugatan ini daftarkan di Kepaniteraan Perdata (PN) untuk mendapatkan nomor register perkara. Namun sebelum itu penggugat haruslah menyetor sejumlah uang perkara (besarnya tergantung jumlah Tergugat) dan apabila dalam mengajukan gugatan ini diberikan kuasa kepada seorang/beberapa advokat tentunya harus dibarengi dengan surat kuasa untuk mewakili kepentingan Penggugat di Pengadilan. Dalam hal memeriksa dan mempertimbangkan perkara legal standing ini tentunya kita merujuk pada ketentuan yang telah diatur dalam UU No. 23 tahun 1997 Pasal 39 yang mnenyebutkan : “Tata cara pengajuan gugatan dalam masalah lingkungan hidup oleh orang, masyarakat, dan/atau organisasi lingkungan hidup mengacu pada Hukum Acara Perdata yang berlaku’. Legal Standing[1] dilakukan oleh Organisasi  Lingkungan Hidup sebagai perwakilan penggugat,namun tidak semua organisasi lingkungan dapat mengajukan gugatan
          Tata cara pengajuan gugatan class action dan legal standing dianggap mempunyai perbedaan dengan tata cara pengajuan gugatan perdata konvensional pada umumnya. Karena meskipun kedua model gugatan tersebut dikategorikan sebagai gugatan perwakilan kelompok, tetapi di sini tidak dipersyaratkan adanya pemberian kuasa khusus dari kelompok masyarakat yang diwakili. Di samping itu tidak dipersyaratkan pula untuk mencantumkan identitas secara lengkap dari pihak yang mewakili maupun yang diwakili.
          Sedangkan dalam gugatan perdata konvensional berlaku hal yang sebaliknya,  dalam hal perkaranya diwakilkan kepada pihak lain lazimnya mensyaratkan adanya pemberian kuasa khusus dan pencantuman identitas yang lengkap dari pihak-pihak yang berperkara. Tidak dipenuhinya syarat-syarat formil tersebut dapat berakibat gugatan dinyatakan tidak diterima atau N.O (Niet Onvankellijk verklaard).
     C.    Kendala Penegakan Hukum Lingkungan
 menegakkan hukum lingkungan dewasa ini memang dihadapkan sejumlah kendala. Pertama, masih terdapat perbedaan persepsi antara aparatur penegak hukum dalam memahami dan memaknai peraturan perundang-undangan yang ada.Kedua, biaya untuk menangani penyelesaian kasus lingkungan hidup terbatas. Ketiga, membuktikan telah terjadi pencemaran atau perusakan lingkungan bukanlah pekerjaan mudah.
 Era reformasi dapat dipandang sebagai peluang yang kondusif untuk mencapai keberhasilan dalam penegakan hukum lingkungan.                                                                                                                                         
 depan, perlu exit strategy sebagai solusi penting yang harus diambil oleh pemegang policy dalam penyelamatan fungsi lingkungan hidup. Pertama, mengintensifkan keterpaduan dan koordinasi antarsektor terkait dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup. Kedua, adanya sanksi yang memadai (enforceability) bagi perusahaan yang membandel dalam pengelolaan limbah sesuai dengan aturan yang berlaku. Jika ada indikasi tindak pidana, aparat penegak hukum dapat menindak tegas para pelaku/penanggung jawab kegiatan seperti diatur dalam Pasal 41-48 UU 23/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Ketiga, adanya partisipasi publik, transparansi, dan demokratisasi dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup patut ditingkatkan. Pengelolaan lingkungan hidup akan terkait tiga unsur, yaitu pemerintah, pengusaha, dan masyarakat. Pada gilirannya, dalam pengelolaan lingkungan hidup setiap orang mempunyai hak yang sama untuk menikmati lingkungan hidup yang baik dan sehat.
     D.    MENUMBUHKAN KESADARAN HUKUM LINGKUNGAN
Menurut Soerjono Soekanto, Kesadaran hukum masyarakat menyangkut faktor-faktor apakah suatu ketentuan hukum diketahui, dimengerti, ditaati dan dihargai. Apabila masyarakat hanya mengetahui adanya suatu ketentuan hukum, maka taraf kesadaran hukumnya lebih rendah daripada apabila mereka memahaminya dan seterusnya. Kesadaran hukum meliputi berbagai aspek kehidupan dan tingkat kesadarannya bisa berbeda-beda tergantung tingkat aplikasi faktor-faktor di atas. Selain itu, kesadaran hukum juga ditentukan oleh sudut pandang masing-masing individu dalam melihat "hukum".
Kesadaran hukum lingkungan, baik itu pelestarian maupun pengelolaannya, pada hakikatnya manusia harus memiliki kesadaran hukum yang tinggi, karena manusia memiliki hubungan sosiologis maupun biologis secara langsung dengan lingkungan hidup dimana dia berada, sejak dia lahir sampai meninggal dunia. Namun kesadaran hukum masih dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti ekonomi, sosial, budaya dan lain-lain. Oleh karena itu, perlu adanya upaya-upaya strategis untuk menumbuhkan kesadaran hukum tersebut, baik dari sisi mental manusianya maupun dari segi kebijakan. Sinergi keduanya penting, karena kesadaran hukum itu ada yang tumbuh karena memang sesuai dengan nilai yang dianutnya.
Misalnya orang yang suka dengan hidup bersih, maka ia tidak akan membuang sampah sembarangan. Kesadaran hukum juga dapat tumbuh karena takut dengan sanksi yang dijatuhkan. Kesadaran semu inilah yang banyak dimiliki oleh masyarakat kita. Lepas dari penyebab kesadaran hukum itu muncul, yang berbahaya adalah apabila kesadaran hukum itu telah ada namun kemudian menurun bahkan hilang karena faktor eksternal, seperti penegakan hukum yang tidak tegas dan tebang pilih. Hal ini akan menurunkan kesadaran hukum masyarakat dan menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap hukum. Jadi, upaya menumbuhkan kesadaran hukum tidak cukup dengan menuntut masyarakat, tetapi juga harus disertai dengan tauladan dan penegakan hukum.
Manusia, baik kedudukannya sebagai anggota masyarakat, sebagai pelaku usaha, sebagai aparat penegak hukum, maupun sebagai pembuat/pengambil kebijakan, harus memiliki kesadaran hukum lingkungan meskipun secara bertahap, dari sekedar mengetahui sampai dengan menaati dan menghargai berbagai ketentuan hukum lingkungan yang ada.
Berkaitan dengan faktor-faktor kesadaran hukum sebagaimana disebutkan diatas, untuk hukum lingkungan, ada beberapa masalah yang perlu dicermati, yaitu : Pertama, "mengetahui", secara yuridis, setelah UU disahkan, sejak itu pula muncul asumsi bahwa masyarakat dianggap mengetahuinya. Asumsi ini terealisasi apabila pasca diundangkan ada aktivitas sosialisasi yang tepat dan kontinyu. Bila tidak, maka dapat dihitung berapa jumlah masyarakat Indonesia yang mengetahui tentang peraturan tersebut dan jumlahnya dipastikan tidak akan menyentuh masyarakat kalangan bawah, tidak hanya di desa tetapi juga diperkotaan. Akibatnya tidak heran bila ada kegiatan usaha yang tidak memiliki atau bahkan tidak mengetahui perlunya AMDAL.
Kedua, "mengerti", masyarakat tidak cukup hanya sekedar mengetahui saja, tetapi juga harus memahami isi peraturan, seperti apa tujuan dan manfaat dikeluarkannya peraturan tersebut. Hukum lingkungan tentunya bertujuan agar proses pembangunan tidak merusak lingkungan. Oleh karena itu diperlukan adanya aturan AMDAL dan perizinan. Adanya aturan ini hendaknya tidak menjadi beban bagi pelaku usaha dan lahan korupsi bagi oknum birokrasi/aparat hukum, tetapi sebagai upaya preventif bersama agar kegiatan usaha tidak merusak lingkungan.
Ketiga, "mentaati", setelah mengetahui dan memahami, maka diharapkan dapat mentaati. Namun hal ini masih dipengaruhi oleh beberapa faktor. Bagi pihak yang merasa kepentingannya sama, maka biasanya akan langsung mentaati. Apabila tidak, maka masih ada proses berfikir, bahkan mencari celah bagaimana "menghindari" atau "mensiasatinya". Keempat, "menghargai", ketika seseorang telah mentaati, maka sikap menghargai suatu peraturan hukum lingkungan itu akan muncul bersamaan dengan kesadaran hukumnya bahwa hukum tersebut memang wajib untuk ditaati demi kepentingan dirinya, masyarakat dan dalam upaya mencegah kerusakan lingkungan.Proses menumbuhkan kesadaran hukum lingkungan di atas, jangan sampai terjebak dengan kata "lingkungan" saja, sehingga hanya UU No 23/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PLH) saja yang dipahami masyarakat, tetapi juga UU lain yang berkaitan dengan lingkungan hidup, seperti UU tentang Perikanan, Benda Cagar Budaya, Pertambangan, ZEE, Perindustrian, Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, dan Pelayaran. Karena lingkungan hidup itu meliputi tanah, air, udara, ruang angkasa, termasuk manusia dan perilakunya. UU PLH pada dasarnya merupakan UU induk atau Payung "umbrella Act" dibidang lingkungan hidup bagi semua UU tersebut.

Menumbuhkan Kesadaran Hukum Lingkungan
Upaya untuk menumbuhkan kesadaran hukum masyarakat dalam pelestarian lingkungan dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu : Pertama, meningkatkan program sosialisasi dari tingkat pusat sampai ke desa-desa, khususnya berkaitan dengan hak dan kewajiban serta berbagai permasalahan riil yang dihadapi oleh masyarakat, seperti prosedur AMDAL, perizinan dan dampak positif dan negatif apabila prosedur tersebut tidak dilakukan. Kedua, meningkatkan kesadaran hukum (mental) semua pihak. Ketiga, menindak tegas oknum pemerintah/aparat yang menyalahgunakan wewenangnya dan menindak tegas pelaku perusakan/pencemaran lingkungan tanpa tebang pilih sehingga masyarakat percaya dengan upaya penegakan hukum lingkungan. Keempat, memangkas proses birokrasi yang panjang dan berbelit-belit.
Kelima, semakin meningkatkan kualitas dalam pemberian penghargaan dibidang lingkungan, khususnya kriteria penilaian dengan memasukkan kriteria pembangunan berwawasan lingkungan, baik ditingkat nasional maupun di daerah-daerah. Keenam, menghindari penggunaan sarana hukum pidana dalam penegakan hukum lingkungan yang masih dapat menggunakan sarana hukum lain yang lebih efektif. Contohnya Perda tentang pembuangan sampah disembarang tempat dengan sanksi pidana kurungan dan denda yang tinggi yang ternyata tidak efektif.
Tumbuhnya kesadaran hukum lingkungan diharapkan dapat mendukung terwujudnya slogan "Pembangunan Berwawasan Lingkungan" menjadi kenyataan dan tidak hanya sekedar menjadikannya sebagai visi dan misi pembangunan saja.


BAB III
PENUTUP

     A.    Simpulan
Masyarakat Indonesia dalam kenyataannya lebih akrab dengan lingkungan alamnya daripada penerapan teknologi. Perkembangan teknologi yang mengelola sumber daya alam harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat, dengan tetap memperhatikan keseimbangan dan kelestariannya sehingga tetap bermanfaat bagi generasi-generasi mendatang. Dengan memperhatikan kualitas alam, sosial, budaya, dan ekonomi sebagai komoditi masyarakat setempat yang tersubsistem. Hanya tindakan manusia yang membuat seolah-olah mampu menguasai alam sehingga hampir semua lingkungan hidup sudah tersentuh oleh kehidupan manusia. Penegakkan hukum lingkungan dapat dilakukan dengan pemberian sanksi yang berupa sanksi administrasi.
       B.     Saran
Masyarakat Indonesia dalam kenyataannya lebih akrab dengan lingkungan alamnya daripada penerapan teknologi. Perkembangan teknologi yang mengelola sumber daya alam harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat, dengan tetap memperhatikan keseimbangan dan kelestariannya sehingga tetap bermanfaat bagi generasi-generasi mendatang. Dengan memperhatikan kualitas alam, sosial, budaya, dan ekonomi sebagai komoditi masyarakat setempat yang tersubsistem. Hanya tindakan manusia yang membuat seolah-olah mampu menguasai alam sehingga hampir semua lingkungan hidup sudah tersentuh oleh kehidupan manusia. Penegakkan hukum lingkungan dapat dilakukan dengan pemberian sanksi yang berupa sanksi administrasi.
Saran kami kepada Pemerintah untuk kiranya lebih meningkatkan lagi dalam hal nya penegakan hukum lingkungan di Negara kita ini, sekiranya apa yg sudah di terbitkan dalam Undang-undang dapat ditegakkan dengan tegas berdasarkan peraturan dasar tersebut
Kepada masyarakat negeri ini dan terutama bagi mahasiswa/I sekiranya dapat menjaga dan melestarikan lingkungan sebagaimana yang sudah di atur di dalam undang-undang, dan agar sekiranya Ketidaktahuan masyarakat terhadap mekanisme penanganan tindak pidana lingkungan




DAFTAR PUSTAKA



Putralief-Cyber Updated at: 9:43 am

3 comments:

  1. Salam kenal Saya Syafitri TKI DI MALAYSIA
    Maaf sebelumnya jika lewat Tempat ini saya menceritakan kisah hidup saya niat saya hanyalah semata ingin berbagi tapi semua tergantung Anda percaya atau tidak yg jelasnya inilah kenyataannya...
    Syukur alhamdulillah kini saya bisa menghirup udara segar di indonesia karnah sudah sekian lama saya ingin pulang ke kampung halaman namun tak bisa sebab,saya harus bekerja di negri orang (Arab Saudi) karna ada hutang yang harus saya bayar di majikan yaitu 257 juta untuk uang indo namun saya tidak pusing lagi sebab kemaring saya di berikan Info oleh seseorang yang tidak saya kenal,katanya kalau mengalami kesulitan Ekonomi,Terlilit hutang silahkan minta bantuan sama
    KI BARONG di Nomor telfon 0852 8895 8775 di jamin bantuan beliau 100% …
    Atau,>>KLIK DISINI UNTUK INFO BANTUAN KI BARONG<<
    BANTUAN DARI KI BARONG
    1.PESUGIHAN
    2.TOGEL
    3. DANAH GHAIB
    4.PENGGANDAAN UANG
    5.UANG BALIK
    6.PEMIKAT
    7.PENGLARIS BISNIS (Jualan,Tokoh,warung)
    8.PERLANJAR DALAM BERBAGAI HAL
    Jadi saya beranikan diri menghubungi beliau dan menyampaikan semua masalah saya dan alhamdulillah saya bisa di bantu,kini semua hutang saya sama majikan di Saudi semua bisa terlunasi dan punya modal untuk pulang kampung,,,,
    Jadi buat yang pengen seperti saya silahkan hubungi KI BARONG di nomor 0852 8895 8775 Anda tidak usah ragu akan adanya penipuan atau hal semacamnya sebab saya dan yg lainnya sudah membuktikan keampuhan bantuan beliau kini giliran Anda trimahkasi….

    ReplyDelete
  2. Which are the indicators of global recognition of individuals during this contemporary world? Of course, amount of followers on the Twitter account can be described as firm indication in today. Hence this is beneficial for buying twitter followers as a shortcut to become popular. buy real twitter followers

    ReplyDelete